Life Plus

Rabu, 27 Mei 2009

BELAJAR HIDUP DARI RASULULLAH SAW



Dari rahim seorang wanita bernama Aminah binti Wahb yang bersuamikan lelaki Quraisy dari Bani Hasyim, Abdullah, lahirlah seorang bayi lelaki yang diberi nama Muhammad -sebuah nama asing bagi suku Quraisy saat itu-, yang diperoleh lewat mimpi sang bunda saat sedang hamil. Dalam mimpinya sang bunda didatangi seseorang seraya berkata, "Sesungguhnya engkau mengandung pemimpin umat ini. Jika engkau melahirkannya, ucapkan, "Aku meminta perlindungan untuknya kepada Allah Yang Maha Esa dari keburukan semua pendengki, dan beri nama dia Muhammad."

Itulah hari bersejarah dalam kehidupan umat manusia. Pasalnya, pada hari Senin, tanggal 12 Rabi’ul Awal tahun 570 M, atau 50 hari sebelum peristiwa Tahun Gajah, telah lahir seorang anak manusia yang telah dipersiapkan untuk menyempurnakan akhlaq anak-cucu Adam as, dan yang membawa panji-panji rahmat bagi alam semesta. Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib namanya. Dikisahkan pula, bahwa nama Muhammad lalu diberikan oleh sang kakek setelah beliau membawa bayi kecil itu di depan Ka’bah untuk mendoakannya. Sang kakek berkata, “Aku ingin supaya Allah memujinya di langit dan dipuji juga oleh manusia di bumi.”

Agak susah memang mendeskripsikan secara rinci sosok Muhammad saw, karena ada sejuta kebaikan dalam pribadi beliau, ada ketauladanan, ada kepribadian yang berakhak mulia. Untuk menyederhanakannya, Salman al-Farisi mengungkapkan dalam sebuah riwayat. Beliau menuturkan, suatu ketika ada seorang Badui mengucapkan salam seraya bertanya kepada rombongan kami, ”Mana di antara kalian yang bernama Muhammad Rasulullah?” Nabi saw menjawab, “Saya.” Badui itu berkata lagi, “Saya telah beriman kepadamu sebelum melihatmu. Saya juga mencintai kamu sebelum bertemu denganmu, saya mebenarkan kamu sebelum saya melihat wajahmu. Hanya saja saya ingin bertanya kepadamu tentang beberapa hal?” Nabi saw menjawab, “Silahkan bertanya apa yang kamu kehendaki.”

“Bukankah Allah telah berfirman langsung kepada Musa as?” “Benar.” “Dan Allah juga telah menciptakan Nabi Isa as dari Ruhul Qudus?” “Benar.” “Bukankah Allah telah menjadikan Nabi Ibrahim as sebagai Kekasih-Nya dan Nabi Adam as menjadi pilihan-Nya?” “Benar.” “Jika demikian, apakah keistimewaanmu?” Nabi saw tak langsung menjawab, beliau menundukkan kepala. Pada saat itu Malaikat Jbril datang menghampiri seraya berkata, “Allah mengucapkan salam kepadamu, angkatlah kepalamu dan jawablah si Badui itu.”

“Apa yang dapat kukatakan kepadanya, wahai Jibril?’ tanya Muhammad saw. “Jibril menukas, “Allah berkata, apabila Aku telah menjadikan Ibrahim sebagai Kekasih-Ku, maka sebelumnya Aku telah menjadikanmu sebagai kesayangan-Ku. Apabila Aku telah berfirman langsung kepada Musa di bumi, maka Aku telah berbicara kepadamu dan kamu bersama-Ku di langit, langit tentu lebih utama dari bumi. Jika Aku telah menciptakan Isa dari Ruhul Qudus maka Aku telah menciptakan namamu 2.000 tahun sebelum Aku menciptakan kamu. Di langit Aku telah menyiapkan tempat yang tak pernah disentuh oleh orang lain dan tidak akan disentuh oleh siapa pun selain kamu.”

“Apabila Aku telah memilih Adam, maka Aku telah menjadikan kamu sebagai pamungkas para Nabi. Aku telah menciptakan 124.000 Nabi dan Aku tidak menciptakan mahluk yang lebih mulia daripada kamu. Aku telah memberikan kamu al-haudh (telaga di akhirat), syafa’at, unta, tongkat, mizan, wajah yang bersinar bagai rembulan, ketampanan, mahkota, haji, umrah, al-Qur’an dan keutamaan bulan Ramadhan sampai naungan ‘Arsy-Ku pada hari Kiamat memanjang di atas kepalamu dan mahkota kerajaan pada hari itu bertengger di atas kepalamu. Aku juga selalu membersamakan namamu dengan nama-Ku, sehingga tak pernah Aku disebut kecuali disebut pula namamu. Aku juga menciptakan dunia dan penghuninya untuk Kuperkenalkan kepada mereka tentang karomah dan kedudukan kamu di sisi-Ku. Dan seandainya bukan karena kamu wahai Muhammad, Aku tidak akan menciptakan dunia ini.”

Keinginan Abdul Muthalib merupakan suatu ungkapan rahasia di mana kelak hanya nama Muhammad-lah yang berhak disandingkan dengan nama Allah. Bahkan menurut riwayat ketika Adam as pergi meninggalkan surga ia bershalawat karena membaca ada nama Muhammad di pintu surga bersanding dengan nama Allah. Persoalannya, masih banyak manusia yang mengaku umat Muhammad saw tetapi pelit menyampaikan salam dan shalawat kepada beliau. Padahal Nabi saw bersabda, “Tiada seorang yang mengucapkan salam (dan shalawat) kepadaku, kecuali Allah membalasnya kepada ruhku sehingga aku membalas salam kepadanya.” Hr. Abu Dawud.

Persoalan berikutnya, begitu banyak umat yang mengaku mencintai Rasulullah saw tetapi tak pernah membaca sejarah kehidupan beliau. Bagaimana kita mencintai seseorang jika tak mengenal pribadinya? Sejujurnya, kita tak akan bisa menjumpai sejarah yang lebih mulia dari sejarah kehidupan beliau. Suatu sejarah yang bisa ditiru, dan diteladani dalam mengarungi kehidupan, dalam kondisi apa pun. Jika dalam sejarah kehidupan Nabi Isa as, kita bisa mengambil sisi-sisi kezuhudan dan wara’, namun kita tak bisa menjumpai kepribadian seorang ayah dan suami mengingat Nabi Isa as tak pernah menikah. Begitu pula kepribadian seorang hakim, karena Nabi Isa as tak pernah memutuskan hukuman. Jika dalam sejarah kehidupan Nabi Sulaiman as, kita menjumpai seorang hakim yang adil dan orang kaya yang bersyukur. Tetapi kita tak menjumpai kepribadian seorang yang dijatuhi hukuman serta seorang yang miskin dan lemah. Karena pada masanya tak ada kemiskinan dan orang-orang tak mampu.

Rasulullah saw adalah sosok yang memenuhi segala yang dimiliki atau dihadapi setiap manusia. Dia hidup sebagai hakim ataupun yang dihakimi, sebagai orang yang lemah maupun orang kuat, sebagai orang miskin maupun kaya, dan sebagai penglima dan prajurit perang. Juga sebagai juru damai/runding yang handal. Cita-citanya bukan untuk memenangkan dirinya, tapi untuk memenangkan dakwahnya. Setiap sisi kehidupannya dipenuhi dengan kesuksesan dan kecemerlangan, sampai derajat kesempurnaan manusia. Allah swt berfirman: “Laqad kaana lakum fii rasuulillaahi uswatun hasanatul li man kaana yarjullaaha wal yaumal aakhira wa dzakarallaaha katsiira.” (Sungguh pada diri Rasulullah itu teladan yang baik bagi kamu, bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan hari kemudian dan banyak mengingat Allah).

Seorang Mahatma Ghandi bahkan berkata, ”Akhlak mulia Muhammad-lah, dan bukannya pedang yang menyebabkan umat Muslim berjaya dan mampu menyingkirkan segala penghalang. Ketika menamatkan biografi Muhammad, saya sedih karena tak ada lagi yang bisa saya baca tentang kehidupan nan agung itu.” Seorang filsuf asal Jerman, Karl Marx berkata, ”Lelaki Arab yang telah menemukan kesalahan agama Nasrani dan agama Yahudi itu, melakukan pekerjaan yang sangat berbahaya di tengah-tengah kaum musyrik penyembah berhala, mendakwahkan mereka pada agama tauhid dan menanamkan keyakinan tentang keabadian roh, bukan hanya berhala untuk dideretkan sebaris dengan tokoh-tokoh besar saja, malah layak bagi kita untuk mengakui kenabiannya, dan dia adalah rasul langit untuk bumi.”

Tak ada tokoh populer yang dikenal manusia, melainkan dia hanya memiliki kelebihan dalam satu bidang saja. Shakespeare misalnya, dia hanya terkenal dalam tulisannya. Napoleon, dari segi manajemen perang. Ghandi dalam bidang politik, dan Voltaire dalam bidang pemikiran. Sedangkan Rasulullah saw memiliki kelebihan dalam berbagai bidang. Sebelum diutus menjadi Nabi dan membawa risalah, Rasulullah saw telah dikenal sebagai orang yang jujur dan terpercaya, al-Amin.

Sebentar lagi, maulid Nabi saw akan menyapa kita. Sebagian besar umat Islam memperingati hari lahirnya Nabi saw dengan tujuan agar tidak melupakan sejarah Nabi, dan agar umat selalu meneladani akhlaknya yang mulia. Sejarah mencatat bahwa Salahuddin al-Ayyubi-lah yang dianggap pertama kali memperingati Maulid Nabi saw. Diriwayatkan bahwa, ketika Perang Salib, Salahuddin menganggap motivasi umat Islam menurun, sedangkan motivasi tentara salib meningkat. Setelah diselidiki motivasi tentara Salib bersumber dari perayaan Natal. Akhirnya Salahuddin mengadakan peringatan kelahiran Nabi saw dengan menceritakan kisah-kisah perang Nabi saw yang berhasil menaklukkan musuh-musuh Islam. Ternyata kiat ini berhasil menaikkan moral pasukannya di medan tempur.
Inti dari peringatan maulid Nabi yang dikembangkan oleh Salahuddin adalah menanamkan kecintaan umat kepada Rasulullah saw. Maulid tidak dirayakan, melainkan diperingati. Dengan maulid, umat akan terus diingatkan betapa besar jasa dan kecintaan Rasulullah saw dibanding kecintaan mereka kepada Rasulullah saw. Kaum muslimin diajak kembali untuk mengenang bagaimana besarnya kecintaan Nabi saw agar umatnya dapat mencintai beliau, supaya memperoleh manisnya iman. Rasulullah saw bersabda, "Ada tiga hal yang bila ada semuanya pada diri seseorang, ia akan merasakan manisnya iman. Pertama, Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari apa pun selain keduanya. Kedua, ia mencintai orang semata-mata karena Allah, dan ketiga, ia benci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya seperti ia benci untuk dilemparkan ke dalam api Neraka." Hr. Bukhari.

Rasulullah saw mengajarkan kepada kita, Allah swt akan menggabungkan para pecinta, baik secara ruhaniyah di dunia dan secara hakiki di akhirat dengan kekasih-Nya. Diriwayatkan oleh Sufyan bin Qudamah, beliau berkata, "Aku hijrah ke Medinah dan aku bertemu Nabi saw. Aku menyapanya, ‘Ya Rasul Allah, berikan tanganmu, aku mau berbaiat." Beliau kemudian menjulurkan tangannya kepadaku. Aku bertanya kepadanya, "Ya Rasul Allah, aku mencintaimu." Beliau pun bersabda, "Manusia akan digabungkan bersama orang yang dicintainya."

Sungguh luar biasa, para pecinta akan dikumpulkan dengan orang yang dicintainya! Begitu banyak pelajaran yang dipetik seorang muslim dari Rasulullah saw. Mengapa kita tidak belajar dari sejarah kehidupan beliau, dari ucapan-ucapan dan perilaku beliau? Mengapa kita tidak berusaha untuk mencintainya secara tulus? Sungguh, kami mencintaimu wahai Rasulullah ... wahai Khatamul Ambiyaa’ ... wahai Abi Qasim ... wahai Habibullah ...!

Tidak ada komentar: